Wonosari,(SUARAGUNUNGKIDUL.NET) — Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (Permen KP) No 7/2024 tentang pengolaan lobster (Panulirus spp), Kepiting (Scylla spp) dan Rajungan (Portunus spp). Kembali diberlakukan sejak 21 Maret 2024.
Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kabupaten Gunungkidul, melalui Kepala Bidang Perikanan Tangkap, Wahid Supriyadi, berharap dengan diberlakukanya kembali Permen KP dapat meningkatkan pendapatan para nelayan Gunungkidul dan mensejahterakan nelayan Gunungkidul.
Pasalnya, manurut Wahid Supriyadi, dengan Permen KP tersebut pemerintah pusat kembali membuka keran ekspor benih bening lobster (BBL/Benur). Perizinan ekspor tersebut dapat dilihat pada ketentuan Pasal 3 Ayat (1) huruf b dan Pasal 6 Ayat (1),(2) dan (5).
“Kalau harapan dari DKP Gunungkidul, tentu untuk kesejahteraan nelayan, dapat meningkatakan pendapatan melalui hasil penangkapan BBL sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Permen tersebut,” jelasnya, Sabtu 11/05/2024.
Bunyi Pasal yang di sebutkan Wahid Supriyadi, Pasal 3 Ayat (1) huruf b adalah, “Pembudidayaan BBL sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 Ayat (1) dapat dilakukan diluar wilayah negara Republik Indonesia.” Adapun bunyi Pasal 6 Ayat (1) ada delapan ketentuan ekspor BBL. Ketentuan pada huruf (a) “Pembudidayaan BBL yang dilakukan diluar Wilayah Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud pada Pasal 3 Ayat (1) huruf b dilakukan oleh investor yang melakukan pembudiyaan BBL di Indonesia dengan ketentuan pemerintah asal investor telah menandatangani dokumen perjanjian dengan pemrintah Indonesia.”
Wahid memastikan, DPK Gunungkidul berwenang menerbitkan surat rekomendasi bagi nelayan yang akan mengajukan penetapan sebagai nelayan BBL ke DKP DIY. Mereka juga berwenang menerbitkan Surat Keterangan Asal Lobster (SKAL) dan SKAL BBL.
Untuk saat ini, DKP sedang menyusun SK Kepala DKP tentang SOP Penerbitan SKAL dan merevisi SK Kepala DKP yang terbit pada 2023 tetang Standar Operasional Prosedur (SOP), penerbitan rekomendasi nelayan penangkap BBL dan penerbitan Surat Keterangan Asal Benih (SKAB).
Hal tersebut bertujuan untuk menyamakan persepsi berkaitan dengan terbitnya Permen KP No 7/2024, DKP akan menggelar pertemuan dengan DKP DIY, beserta pihak – pihak terkait seperti Polairud, Lanal Yogyakarta, Stasiun Pengawas Sumber Daya Kelautan dan Perikanan Cilacap Wilker Yogyakarta, Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia, dan perwakilan kelompok – kelompok nelayan.
“Kalau untuk potensi BBL di Gunungkidul itu untuk menhitung dan menetapkan potensi BBLnya kewenangan dari KKP,” tambahnya.
Wahid mengaku, buka-tutup keran ekspor BBL terjadi tiga kali dalam kurun waktu 9 tahun terakhir. Pemerintah sempat menutup keran ekspor BBL pada 2015 – 2019.
“Ekspor BBL ditutup ketika eranya Bu Susi Pujiastuti (Menteri KKP 2014 – 2019), bahkan menangkap BBL pun juga dilarang melalui Permen KP Nomor 56 Tahun 2016,” lanjutnya.
Keran Ekspor dibuka kembali pada Mei 2020 melalui Permen KP No. 12/2020. Namun pada Mei 2021 keran ekspor tutup lagi dengan Permen KP No. 17/2021.
Hingga hari ini, baru ada empat Kelompok Usaha Bersama (KUB) yang telah ditetapkan sebagai nelayan penangkap BBL yaitu, Mina Saroyo, Mina Raharjo, Mina Abadi dan UN Jaya. Semua KUB itu berada di Pantai Sadeng, Kapanewon Girisubo.
Sebelum terbitnya Permen KP No. 7/2024, keempat KUB tersebut hanya boleh melalulintaskan benih lobster ke pembudidaya dan tidak boleh ke pihak lain.
Dihubungi terpisah, Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Gunungkidul, Rujimanto mengaku setuju atas pembukaan keran ekspor BBL.
“Kami setuju asal penangkapan BBL wajib pakai zonasi. Jadi nelayan luar daerah Gunungkidul atau luar Provinsi, tidak boleh menangkap BBL di Gunungkidul,” harap Rujimanto.
Karena menurut dia, selama ini banyak nelayan asal Jawa Barat dan Jawa Timur yang menangkap BBL di Kabupaten Gunungkidul.
Adapun DKP Gunungkidul tidak memiliki wewenang untuk menetapkan zonasi penangkapan ikan. Wewenang DKP terbatas pada pembinaan nelayan kecil dan pengelolaan Tempat Pelelangan Ikan (TPI)