Tanjungsari, (suaragunungkidul.net) — Ketegangan sosial kembali mencuat di kawasan pesisir Pantai Sanglen, Kalurahan Kemadang, Kapanewon Tanjungsari, Gunungkidul. Warga menolak upaya pengosongan lahan oleh pemerintah daerah untuk pembangunan kawasan wisata eksklusif oleh PT Biru Bianti Indonesia yang telah mengantongi izin dari Keraton Yogyakarta.
Sultan HB X Minta Dialog Terbuka :
Gubernur DIY sekaligus Raja Keraton Yogyakarta, Sri Sultan HB X, meminta agar pendekatan yang digunakan tidak bersifat represif. “Ya enggak apa-apa, asal mau dialog aja. Didialogkan saja, untuk dipahami status tanahnya bagaimana. Ada penggantinya enggak? Jangan ditelantarkan,” ungkapnya.
Sultan menekankan pentingnya dialog terbuka dan kejelasan status hukum lahan sebagai jalan keluar utama. Ia juga menyarankan pemberian kompensasi atau pesangon bagi warga yang terdampak.
Bupati Gunungkidul Minta Pengosongan Dilakukan Secara Sukarela :
Bupati Gunungkidul, Endah Subekti, mengungkapkan bahwa pengosongan lahan harus dilakukan secara sukarela. “Saya, sebagai Bupati Gunungkidul, memahami bahwa di Sanglen itu dulunya hanya ada penjaga homestay milik Pemda… Sekarang, pihak yang berhak hendak memulai pembangunan dan investasi untuk pariwisata,” paparnya.
Endah menyatakan bahwa pengembangan kawasan tersebut telah melalui proses perizinan yang sah, termasuk Surat Palilah dari Keraton Yogyakarta yang diterbitkan pada Juni 2022.
Warga Menolak Pengosongan Lahan :
Sekitar 50 warga diketahui telah lama tinggal dan berdagang di area tersebut. Mereka menolak pengosongan lahan karena dinilai tidak adil dan tanpa tawaran ganti rugi atau relokasi yang konkret. Beberapa dari mereka bahkan menggandeng lembaga bantuan hukum (LBH) untuk memperjuangkan keberadaan mereka di lahan yang kini diklaim sebagai milik Keraton atau Sultan Ground.
Ketegangan Berlanjut :
Polemik lahan di Pantai Sanglen masih berlanjut, bahkan beberapa bangunan warung milik warga dilaporkan dirusak hingga roboh, disertai aksi intimidasi yang dituding dilakukan oleh pihak tertentu ¹.